Wednesday, 6 May 2015
5 got terbaik liga sepanyol minggu ini
Tendangan Voli Spektakuler James Rodriguez dari Luar Kotak Penalti, Salah Satu Gol Terbaik Musim Ini
Wednesday, 8 April 2015
Kulminasi dan Sudut Waktu
Astronom Jawa
Sudut Waktu (Fadhlud Dair)
Sudut Waktu
Matahari adalah busur sepanjang lingkaran harian matahari dihitung dari titik
kulminasi atas sampai matahari berada. Atau sudut pada kutub langit selatan
atau utara yang diapit oleh garis meridian dan lingkaran deklinasi yang
melewati matahari. Dalam ilmu falak disebut Fadl-lud Da’ir yang biasa
dilambangkan dengan to[1]
Sudut waktu adalah sudut pada titik kutub langit yang terbentuk oleh
perpotongan antara lingkaran meridian dengan lingkaran waktu yang melalui suatu
obyek ( benda langit) tertentu di bola langit. Dikatakan sudut waktu karena
bagi semua benda langit yang terletak pada lingkaran waktu yang sama maka
berlaku ketentuan “ jarak waktu yang memisahkan benda-benda langit dengan
kedudukannya ketika berada pada lingkaran waktu yang sama pada saat
berkulminasi adalah sama”. Dengan kata lain, benda-benda langit yang terletak
pada lingkaran waktu yang sama maka sudut waktunya juga sama pula. Besar sudut
waktu itu menunjukan berapa jumlah waktu yang memisahkan benda langit tersebut
dengan kedudukannya saa berkulminasi.[2]
Harga atau
nilai sudut waktu adalah 0o sampai 180o. Nilai sudut
waktu 0o adalah ketika matahari berada dititik kulminasi atas atau
tepat dimeridian langit, sedangkan nilai sudut waktu 180o adalah
ketika matahari berada dititik kulminasi bawah.
Sudut waktu senantiasa berubah sebanyak 15 o pada setiap jamnya. Hal ini disebabkan oleh gerak semu
harian benda-benda langit yang diakibatkan oleh perputaran bumi pada porosnya
(rotasi Bumi).
Apabila
matahari berada disebelah barat meridiaan atau dibelahan langit sebelah barat
maka sudut waktu bertanda positif (+). Apabila matahari berada disebelah timur
meridian atau dibelahan langit sebelah timur maka sudut waktu bertanda negatif
(-).
Mencari sudut
waktu matahari ini dapat dihitung dengan rumus:
|
Data:
t = Sudut waktu matahari
h= -1o15’20’’
= -7o10’
δ = +10o15’[3]
Cara
Perhitungan:
Cos t= sin -1o15’20’’
: Cos -7o10’ : Cos 10o15’
–Tan -7o10’ x Tan10o15’
Maka hasil dari t (sudut
waktu matahari) = 89o58’59’’
Kulminasi ( Ghoyah)
Kulminasi
adalah suatu istilah yang digunakan untuk menyebut bahwa pada saat itu suatu
benda langit telah mencapa titik tertinggi dalam peredaran semu hariannya. Hal
ini terjadi pada saat benda langit tersebut persis berada pada lingkaran
meridian.
Tinggi
kulminasi suatu benda langit adalah kitinggian yang dicapai oleh suatu benda
langit saat berkulminasi. Atau dengan kata lain, jarak busur pada lingkaran
meridian diukur mulai dari titik utara
(jika benda langit berada di sebelah utara titik zenith), atau dari
titik selatan (jika benda langit berada di sebelah selatan titik zenith)sampai
ketitik pusan benda langit yang sedang berkulminasi tersebut atau sampai titik
kulminasi benda langit tersebut.
Monday, 6 April 2015
KONSEP TERBENAM MATAHARI TAQRIBI (DEKLINASI DAN SUDUT WAKTU MATAHARI)
Astronom Jawa
Pada kesempatan kali ini
kami akan membahas perihal al-Mailul al-Awwal (deklinasi) dan sudutwaktu matahari yang masih ada sangkutannya dengan pembahasan kemarin.
Al-Mailul al-Awwal sangat erat kaitannya dengan waktu maghib, karena dalam perhitungan
untuk menghitung sudut waktu matahari pada awal maghrib dibutuhkan data al-Mailul
al-Awwal. Sedangkan definisi dari al-Mailul al-Awwal adalah “jarak
posisi matahari dengan equator atau katulistiwa langit diukur sepanjang
lingkaran deklinasi atau lingkaran waktu. Ketika al-Mailul al-Awwal matahari
berada pada posisi utara equator maka di beri tanda (+) dan bernilai positif,
sebaliknya apabila al-Mailul al-Awwal matahari berada pada posisi
selatan maka diberi tanda (-) dan bernilai negative.[1]
Dalam satu tahun besaran al-Mailul
al-Awwal selalu berubah-ubah dari waktu ke waktu, tetapi dalam waktu
tertentu yang sama; al-Mailul al-Awwal matahari kira-kira sama pula. al-Mailul
al-Awwal bernilai positif dimulai sejak 21 maret hingga 23 september,
kemudian selain tanggal tersebut al-Mailul al-Awwal bernilai negative,
yakni sejak tanggal 23 september hingga 21 maret. Pada tanggal 21 maret dan 23
september matahari berada di equator sehingga al-Mailul al-Awwal bernilai
0°. Pada tanggal 21 juni matahari mencapa nilai al-Mailul al-Awwal tertinggi
di sebelah utara equator, yaitu 23°27’ dan pada tanggal 22 desember matahari
mencapai nilai al-Mailul al-Awwal tertinggi di sebelah selatan equator,
yaitu 23°27’.
Dengan demikian pergerakan matahari
selama 6 bulan berada di utara equator dan 6 bulan selebihnya berada di selatan
equator. Tiga bulan pertama matahari bergerak dari equator ke arah utara sampai
mencapai titik terjauh 23°27’. Tiga bulan yang kedua matahari bergerak kembali
dari titik terjauh utara equator (+23°27’) menuju katulistiwa. Tiga bulan tang
ketiga matahari bergerak dari katulistiwa menuju selatan equator hingga titik
terjauh yakni -23°27’. Dari pada tiga bulan terakhir matahari kembali dari
titik terjauh selatan equator (23°27’) menuju ke equator.
Gambar 1 : : EBQ= Lingkaran equator, CB1 D
= lingkaran matahari, B-B1 = deklinasi utara sebesar 23°27’
Gambar 1.2: Peta perjalanan Matahari
|
Rumus untuk mencari al-Mailul
al-Awwal:
Keterangan:
SBM = Selisih
Bujur Matahari
Dengan ketentuan deklinasi bernilai
positif (+) jika deklinasi sebelah utara Equator yakni BM (bujur matahari) pada
0buruj sampai 5buruj dan deklinasi bernilai negative (-)
jika deklinasi sebelah selatan equator yakni BM 6buruj sampai 11buruj..[1]
Contoh
perhitungan al-Mailul al-Awwal (deklinasi) pada tanggal 6 juli 2016
Sin Deklinasi = Sin SBM X Sin
Deklinasi terjauh (23°27’)
Ø Menentukan Buruj:
Untuk Bulan 4 s.d bulan 12 dengan
rumus (min) -4buruj
Untuk bulan 1 s.d bulan 3 dengan
rumus (plus) + 8buruj
Ø Menentukan derajat:
untuk bulan 2 s.d bulan 7 dengan rumus (plus) + 9°
untuk bulan 8 s.d bulan 1 dengan
rumus (plus) +8°
Menentukan Bujur matahari pada
tanggal 6 juli 2016 = 7buruj 6°
=
-4 +9°
=
3buruj15°
Menentukan selisih bujur matahari
dengan rumus:
1.
Jika
BM < 90° maka rumusnya SBM = BM yang diderajatkan
2.
Jika
BM antara 90° s.d 180° = 180°-BM
3.
Jika
BM antara 180° s.d 270° = BM- 180
4.
Jika
BM antara 270° s.d 360° = 360 – BM
Menghitung SBM pada tanggal 6 juli 2016
= BM 3buruj 15°
=
3 x 30 + 15°
=
105°
Sin Deklinasi =
Sin 75° x Sin 23°27’
Al-Mailul
al-Awwal = 22°36’20.91” (utara)
SUDUT WAKTU>>>
[1]
Dr. H. Ahmad Izzudin, M.Ag, Ilmu Falak Praktis, (Semarang : Pustaka
Rizki Putra, 2012), hal.48
Sunday, 29 March 2015
PENGERTIAN DAN SEJARAH PENANGGALAN JAWA ISLAM
Di Indonesia kita mengenal banyak system penanggalan, yang
salahsatunya adalah model penanggalan jawa islam. Model penanggalan ini adalah
perpaduan antara penanggalan “SOKO”, yang perhitungannya
berdasarkan peredaran matahari mengelilingi bumi dengan penanggalan “HIJRIYAH” yang perhitungannya berdasarkan peredaran bulan mengelilingi
bumi.
Penanggalan soko merupakan penanggalan hindu, sedangkan
permulaan tahunnya ialah pada hari sabtu, 14 maret 78 M, yakni satu tahun
setelah dinobatkannya prabu syaliwahono (Aji Soko) sebagai raja di
india. Oleh karenanya penanggalan ini lebih dikenal dengan penanggalan soko.
Penanggalan jawa islam ini bermula pada tahun 1633M yang bertepatan
dengan 1043 H atau 1555 Soko. Pencetus penanggalan jawa ini adalah Sri
Sultan Muhammad yang terkenal dengan nama Sultan Agung Anyokrokusumo yang
bertahta di kerajaan islam mataram. Sri Sultan menggabungkan dua system
penanggalan, yaitu tahunnya meneruskan tahun penanggalan soko (tahun 1555),
sedangkan sistemnya menggunakan system penanggalan Hijriyah yang berdasarkan
peredaran bulan mengelilingi bumi. Oleh karenanya penanggalan ini dikenal
dengan penanggalan jawa islam.
Dalam satu tahun penanggalan jawa islam terdapat 12 bulan, yakni:
Suro, Sapar, Mulud, Bakdo Mulud, Jumadil Awal, Jumadil Akhir, Rejeb, Ruwah,
Poso, sawal, Dulkagidah (selo), dan Besar. Nama-nama bulan dalam penanggalan
jawa menyerap dari nama-nama bulan penanggalan Hijriyah. Bulan-bulan ganjil
berumur 30 hari sedangkan bulan genap 29 hari kecuali bulan ke 12 (besar)
berumur 30 hari pada tahun panjang.
Dalam perhitungan penanggalan jawa ini terdapat beberapa perbedaan
dengan penanggalan hijriyah, walaupun keduanya sama-sama menggunakan
perhitungan peredaran bulan mengelilingi bumi. Dalam penanggalan jawa satu
tahun berumur 354,375 hari (354 3/8 hari), sehingga siklus pada penanggalan
jawa ini selam 8 tahun (1 windu). Dalam satu windu terdapat 3 tahun panjang
(kabisat) yang jatuh pada tahun ke 2, 5 dan 8, pada tahun-tahun tersebut
umurnya adalah 355 hari.
Tahun-tahun dalam satu windu (8 tahun) memiliki nama masing-masing
menggunakan nama angka huruf jumali, dan nama-nama tahun tersebut juga
bersangkutan dengan hari dan pasaran tanggal 1 syuro tahun alifnya.
Menurut system ini dalam satu tahun berumur 354,375 hari, maka
dalam waktu 120 tahun akan terjadi selisih satu tahun kabisat dari tahun
hijriyah. Oleh karena itu setiap 120 tahun ada pengurangan 1 tahun yang
semestinya sebagai tahun kabisat menjadi tahun bashitoh. Oleh karenanya setiap
120 tahun juga terjadi perubahan nama satu tahun alif . Pada tahun 1555
J – 1626 J tahun alifnya adalah ajumgi (tahun alif jumat legi) karena
tanggal 1 syuro tahun alif jatuh pada hari jumat legi, kemudian sejak tahun
1627 J- 1746 J tahun alifnya adalah amiswon (tahun alif kamis kliwon),
tahun 1747 J- 1866 J tahun aboge (tahun alif rebo wage), tahun 1867 J-
1986 J tahun asapon (tahun alif selasa pon). Demikian pada tahun 1987 J –
2106 J adalah tahun anenhing (tahun alif senin phaing).
Demikian sedikit pengetahuan tentang penanggalan jawa islam, untuk
cara dan contoh perhitungannya akan kami posting hari yang akan datang J
Sunday, 22 March 2015
Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Ilmu Akhlak
Menurut Emil Bother, Socrates mengatakan bahwa ilmu akhlak itu
memiliki asas yang berbeda dengan tradisi-tradisi keagamaan. Ilmu akhlak
sendiri tumbuh dan berkembang setelah dibawakan oleh bangsa yang pertama kali
melakukan praktek penelitian dan yang mengetahui ilmu akhlak yaitu bangsa
Yunani.
Bangsa ini menyatakan bahwa masalah
akhlak adalah sesuatu yang fitri, yang akan ada dengan adanya manusia sendiri
dan hasil yang didapatnya adalah ilmu akhlak yang berdasar pada logika tanpa
adanya aspek agama dalam pemikiran tersebut. Sehingga dihasil yang dicapai
tidak dapat maksimal. Namun hasil pemikiran tersebut tidak sepenuhnya salah,
karena manusia secara fitrah telah dibekali dengan potensi bertuhan, beragama
dan cenderung kepada kebaikan, disamping itu juga memiliki kecenderungan kepada
keburukan, dan ingkar pada Tuhan. Namun kecenderungan kepada yang baik,
bertuhan dan beragama jauh lebih besar dibandingkan dengan kecenderungan kepada
buruk.
Filosof Yunani yang pertama kali mengemukakan pemikiran di bidang akhlak
adalah Socrates (469-399 SM). Selain dipengaruhi kebangsaan Yunani, ilmu akhlak
juga tumbuh dan berkembang karena faktor religi yang dibawakan oleh para Nabi
dan Rasul serta difirmankan dalam Al Qur’an.
Sehingga dapat disimpulkan dari pertumbuhan dan perkembangan ilmu akhlak
sejak awal hingga saat ini yakni dipengaruhi oleh dasar-dasarnya, kalau pertama
muncul ilmu akhlak hanya didasarkan pada pemikiran-pemikiran saja dan kemudian
berkembang dengan didasarkan pada Al Qur’an dan Hadist.
Keadaan Ilmu Akhlak di luar Islam
Ilmu akhlak di luar islam
adalah pengetahuan-pengetahuan tentang akhlak yang tidak didasarkan pada al
qur’an dan hadist.
Adapun akhlak-akhlak di luar islam sebagai berikut:
1.
Akhlak pada Bangsa Yunani
Pertumbuhan dan Perkembangan akhlak pada
bangsa Yunani terjadi setelah munculnya shopisticians atau orang-orang yang
bijaksana ( 400-500 SM ) sedangkan sebelumnya, mereka hanya terfokus pada
penyelidikan tentang alam.
Dasar pemikir Yunani dalam mengkaji ilmu
akhlak menggunakan pemikiran filsafat tentang manusia yang menunjukkan ilmu
akhlak mereka lebih bersifat filosofis ( bertumpu pada kajian potensi kejiwaan
yang terdapat dalam diri manusia). Filosof Yunani yang pertama kali membawakan
ilmu akhlak yakni Socrates, setelah itu muncul filosof-filosof dari golongan
pengikutnya seperti, Cynics dan Cyrenics yang menurut pandangannya ilmu akhlak
itu terlihat dari bagaimana seseorang menanggapi kemewaha dunia, selain itu ada
pula Plato, Aristoteles, Stoics, dan Epicurius.
Pikiran dan pendapat para ilmuan
berbeda-beda, namun tujuan mereka adalah satu yaitu menyiapkan angkatan muda
bangsa Yunani agar menjadi nasionalis yang baik lagi merdeka, mengetahui
kewajiban mereka terhadap tanah airnya.
2.
Akhlak Agama Nasrani
Pada akhir abad ketiga masehi, tersiarlah
agama nasrani di Eropa. Agama nasrani mampu mengubah pikiran manusia dan
membawa pokok-pokok ajaran akhlak dalam Taurat dan Injil. Menurut agama ini,
Tuhan adalah sumber akhlak. Ajaran
akhlak pada agama nasrani bersifat Teo-centris ( memusat pada Tuhan ), dan
Sufistik ( bercorak batin ). Sehingga ilmu akhlak yang berkembang di agama
Nasrani yang dibawakan para pendeta lebih berpedoman pada Taurat ataupun Injil.
3.
Akhlak Bangsa Romawi
Pada abad pertengahan, gereja memerangi
filsafat Yunani dan Nasrani, serta menentang penyiaran ilmu dan kebudayaan
kuno. Gereja berkeyakinan bahwa kenyataan “ hakikat” telah diterima dari wahyu,
apa yang diperintahkan dari wahyu tentu benar,maka tidak ada artinya lagi
menyelidiki tentang kenyataan ( hakikat ) itu. Corak ajaran akhlak yang
digunakan adalah perpaduan antara filsafat Yunani dan ajaran agama Nasrani.
4.
Akhlak Bangsa Arab
Pada zaman Jahiliyah, Bangsa Arab tidak
mempunyai ahli-ahli filsafat tetapi mereka mempunyai ahli syi’ir dan ahli
hikmah yang mana setiap syi’ir mereka selalu menyinggung tentang apa kebaikan
dan keburukan akhlak, dan berkat akhlaqul karimah yang diajarkan islam pula,
bangsa Arab menjadi maju dan unggul di segala bidang.
5.
Akhlak Agama Hindu
Akhlak Hindu berdasarkan kitab weda ( 1500
SM ), yang berisi dasar-dasar ketuhanan serta mengajarkan prinsip-prinsip
akhlak Hindu yang wajib dipegang teguh oleh pengikut-pengikutnya.
Akhlak mereka sandarkan kepada ajaran ketuhanan
yang mereka anut sesuai dengan kitab Weda tersebut.
Tanda-tanda
yang dipandang baik dalam akhlak agama Hindu:
a.
Kemerdekaan
b.
Kesehatan
c.
Kekayaan
d.
Kebahagiaan
6.
Akhlak Agama Budha
Tokoh
ajaran Budha adalah Sidarta Gautama
Pokok-pokok
dalam ajaran Budha:
a.
Sengsara, sakit sebagai keadaan yang lazim dalam alam ini
b.
Kembali ke dalam dunia ( reinkarnasi ) disebabkan kotornya roh
dengan nafsu syahwat terdahulu
c.
Untuk menyelamatkan diri dalam usaha pencapaian nirwana, maka
hendaklah melepaskan diri dari segala pengaruh syahwat
d.
Wajib menjauhkan segala rintangan yang menghalangi seseorang dalam
melepaskan nafsu syahwatnya.
Keadaan Ilmu Akhlak di Zaman Islam
Akhlak dalam ajaran islam
berdasarkan al qur’an dan hadist. Ilmunya disebut ilmu akhlak yaitu suatu
pengetahuan yang mempelajari akhlak manusia yang berdasarkan pada al qur’an dan
hadist. Ajaran akhlak islam mengalami titik sempurna, dengan titik pangkal pada
Tuhan dan akal manusia. Hal tersebut terbukti dengan bermunculnya tokoh-tokoh
ahli pikir islam terkemuka, yakni Ahmad bin Muhammad bin Ya’kub( Ibnu
Maskawaih 170-240 H ) yang mana pemikirannya dituangkan dalam bukunya
Tahdzibul Akhlaq, Ikhwanusshafa (
922-1012 M ), Zaid bin Rifa’ah, Imam Al- Ghazali (1058-1111 M ) dan
bukunya “Ihya Ulumuddin”, dan lain-lain.
Sehingga dapat
disimpulkan ilmu akhlak yang ada pada zaman Islam sangat mengokohkan pedomannya
pada Al Qur’an dan Hadist, untuk itu akhlak juga dapat dikatakan sebagai bagian
dari syari’at Islam.
Keadaan Ilmu Akhlak di Zaman Baru
Pada abad pertengahan
ke-15 mulailah ahli-ahli ilmu pengetahuan menghidupsuburkan filsafat Yunani
kuno di seluruh Eropa. Ahli filsafat Prancis yaitu Descrates termasuk pendiri
filsafat baru dalam ilmu pengetahuan dan filsafat, ia telah menciptakan
dasar-dasar baru diantaranya adalah:
1.
Tidak menerima sesuatu yang belum diperiksa oleh akal dan nyata
adanya
2.
Di dalam penyelidikan harus dimulai dari yang sekecil-kecilnya, yang
semudah-mudahnya, yang lebih banyak susunannya dan lebih dekat pengertiannya
sehingga tercapai tujuan
3.
Wajib menetapkan suatu hukum dan kebenaran, sehingga dapat
dibuktikan kebenarannya.
Dari
zaman ke zaman akhlak manusia mengalami berbagai perubahan, ada yang bertambah
baik, adapula yang bertambah buruk. Semua itu karena keadaan yang dialaminya.
Berikut
faktor-faktor perubahan akhlak manusia dari zaman ke zaman:
1)
Pemerintahannya
2)
Agama dan keyakinannya
3)
Ilmunya
4)
Kebudayaannya
5)
Negaranya
6)
Tempat tinggalnya
7)
Harta bendanya
8)
Keluarganya
9)
Kedudukannya
10)
Keberaniannya.
Saturday, 21 March 2015
PEMBAHASAN DAN KAJIAN HADITS TENTANG SHOLAT
صليت عليه أي
دعوت له
Saya shalat atasnya: Artinya
saya berdoa untuknya.
Pengertian shalat yang berarti berdoa ini tercantum dalam Al-Qur’an
dan hadis. Dalam firman Allah disebutkan:
وصل عليهم إن صلا تك سكن لهم والله سميع عليم
“Dan doakanlah mereka, sesungguhnya doamu menentramkan mereka. Dan
Allah itu Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. Surat At-Taubah: 103
Dalam sabda Rasulullah disebutkan:
إذا دعى أحدكم فليجب فإن كان صائمافليصل وإن كان مفطرا فليطعم
Apabila seorang diantara kamu diundang, hendaklah ia datang, jika
ia sedang shaum, doakanlah,dan jika tidak shaum, hendaklah ia makan.
Adapun shalat menurut syara’ adalah:
عبادة تتضمن أقوال وأفعالا مخصوصة مفتتحة بتكبير الله تعلى مفتتمة
بتسليم
Ibadah yang mengandung ucapan-ucapan dan amalan-amalan yang khusus,
dimulai dengan mengagungkan Allah (takbir), diakhiri dengan salam.[1]
SEJARAH SHALAT
حَدَّثَنَا شَيْبَانُ بْنُ فَرُّوخَ حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ
سَلَمَةَ حَدَّثَنَا ثَابِتٌ الْبُنَانِيُّ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ
أُتِيتُ بِالْبُرَاقِ وَهُوَ دَابَّةٌ أَبْيَضُ طَوِيلٌ فَوْقَ الْحِمَارِ وَدُونَ
الْبَغْلِ يَضَعُ حَافِرَهُ عِنْدَ مُنْتَهَى طَرْفِهِ قَالَ فَرَكِبْتُهُ حَتَّى
أَتَيْتُ بَيْتَ الْمَقْدِسِ قَالَ فَرَبَطْتُهُ بِالْحَلْقَةِ الَّتِي يَرْبِطُ
بِهِ الْأَنْبِيَاءُ قَالَ ثُمَّ دَخَلْتُ الْمَسْجِدَ فَصَلَّيْتُ فِيهِ
رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ خَرَجْتُ فَجَاءَنِي جِبْرِيلُ عَلَيْهِ السَّلَام بِإِنَاءٍ
مِنْ خَمْرٍ وَإِنَاءٍ مِنْ لَبَنٍ فَاخْتَرْتُ اللَّبَنَ فَقَالَ جِبْرِيلُ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اخْتَرْتَ الْفِطْرَةَ ثُمَّ عَرَجَ بِنَا
إِلَى السَّمَاءِ فَاسْتَفْتَحَ جِبْرِيلُ فَقِيلَ مَنْ أَنْتَ قَالَ جِبْرِيلُ
قِيلَ وَمَنْ مَعَكَ قَالَ مُحَمَّدٌ قِيلَ وَقَدْ بُعِثَ إِلَيْهِ قَالَ قَدْ
بُعِثَ إِلَيْهِ فَفُتِحَ لَنَا فَإِذَا أَنَا بِآدَمَ فَرَحَّبَ بِي وَدَعَا لِي
بِخَيْرٍ ثُمَّ عَرَجَ بِنَا إِلَى السَّمَاءِ الثَّانِيَةِ فَاسْتَفْتَحَ
جِبْرِيلُ عَلَيْهِ السَّلَام فَقِيلَ مَنْ أَنْتَ قَالَ جِبْرِيلُ قِيلَ وَمَنْ
مَعَكَ قَالَ مُحَمَّدٌ قِيلَ وَقَدْ بُعِثَ إِلَيْهِ قَالَ قَدْ بُعِثَ إِلَيْهِ
فَفُتِحَ لَنَا فَإِذَا أَنَا بِابْنَيْ الْخَالَةِ عِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ
وَيَحْيَى بْنِ زَكَرِيَّاءَ صَلَوَاتُ اللَّهِ عَلَيْهِمَا فَرَحَّبَا وَدَعَوَا
لِي بِخَيْرٍ ثُمَّ عَرَجَ بِي إِلَى السَّمَاءِ الثَّالِثَةِ فَاسْتَفْتَحَ
جِبْرِيلُ فَقِيلَ مَنْ أَنْتَ قَالَ جِبْرِيلُ قِيلَ وَمَنْ مَعَكَ قَالَ
مُحَمَّدٌ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قِيلَ وَقَدْ بُعِثَ إِلَيْهِ قَالَ
قَدْ بُعِثَ إِلَيْهِ فَفُتِحَ لَنَا فَإِذَا أَنَا بِيُوسُفَ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا هُوَ قَدْ أُعْطِيَ شَطْرَ الْحُسْنِ فَرَحَّبَ وَدَعَا
لِي بِخَيْرٍ ثُمَّ عَرَجَ بِنَا إِلَى السَّمَاءِ الرَّابِعَةِ فَاسْتَفْتَحَ
جِبْرِيلُ عَلَيْهِ السَّلَام قِيلَ مَنْ هَذَا قَالَ جِبْرِيلُ قِيلَ وَمَنْ
مَعَكَ قَالَ مُحَمَّدٌ قَالَ وَقَدْ بُعِثَ إِلَيْهِ قَالَ قَدْ بُعِثَ إِلَيْهِ
فَفُتِحَ لَنَا فَإِذَا أَنَا بِإِدْرِيسَ فَرَحَّبَ وَدَعَا لِي بِخَيْرٍ قَالَ
اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ
{ وَرَفَعْنَاهُ مَكَانًا عَلِيًّا }
ثُمَّ عَرَجَ بِنَا إِلَى السَّمَاءِ الْخَامِسَةِ فَاسْتَفْتَحَ
جِبْرِيلُ قِيلَ مَنْ هَذَا قَالَ جِبْرِيلُ قِيلَ وَمَنْ مَعَكَ قَالَ مُحَمَّدٌ
قِيلَ وَقَدْ بُعِثَ إِلَيْهِ قَالَ قَدْ بُعِثَ إِلَيْهِ فَفُتِحَ لَنَا فَإِذَا
أَنَا بِهَارُونَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَرَحَّبَ وَدَعَا لِي
بِخَيْرٍ ثُمَّ عَرَجَ بِنَا إِلَى السَّمَاءِ السَّادِسَةِ فَاسْتَفْتَحَ
جِبْرِيلُ عَلَيْهِ السَّلَام قِيلَ مَنْ هَذَا قَالَ جِبْرِيلُ قِيلَ وَمَنْ
مَعَكَ قَالَ مُحَمَّدٌ قِيلَ وَقَدْ بُعِثَ إِلَيْهِ قَالَ قَدْ بُعِثَ إِلَيْهِ
فَفُتِحَ لَنَا فَإِذَا أَنَا بِمُوسَى صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فَرَحَّبَ وَدَعَا لِي بِخَيْرٍ ثُمَّ عَرَجَ إِلَى السَّمَاءِ السَّابِعَةِ
فَاسْتَفْتَحَ جِبْرِيلُ فَقِيلَ مَنْ هَذَا قَالَ جِبْرِيلُ قِيلَ وَمَنْ مَعَكَ
قَالَ مُحَمَّدٌ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قِيلَ وَقَدْ بُعِثَ إِلَيْهِ
قَالَ قَدْ بُعِثَ إِلَيْهِ فَفُتِحَ لَنَا فَإِذَا أَنَا بِإِبْرَاهِيمَ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُسْنِدًا ظَهْرَهُ إِلَى الْبَيْتِ الْمَعْمُورِ
وَإِذَا هُوَ يَدْخُلُهُ كُلَّ يَوْمٍ سَبْعُونَ أَلْفَ مَلَكٍ لَا يَعُودُونَ
إِلَيْهِ ثُمَّ ذَهَبَ بِي إِلَى السِّدْرَةِ الْمُنْتَهَى وَإِذَا وَرَقُهَا
كَآذَانِ الْفِيَلَةِ وَإِذَا ثَمَرُهَا كَالْقِلَالِ قَالَ فَلَمَّا غَشِيَهَا
مِنْ أَمْرِ اللَّهِ مَا غَشِيَ تَغَيَّرَتْ فَمَا أَحَدٌ مِنْ خَلْقِ اللَّهِ
يَسْتَطِيعُ أَنْ يَنْعَتَهَا مِنْ حُسْنِهَا فَأَوْحَى اللَّهُ إِلَيَّ مَا
أَوْحَى فَفَرَضَ عَلَيَّ خَمْسِينَ صَلَاةً فِي كُلِّ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ
فَنَزَلْتُ إِلَى مُوسَى صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ مَا فَرَضَ
رَبُّكَ عَلَى أُمَّتِكَ قُلْتُ خَمْسِينَ صَلَاةً قَالَ ارْجِعْ إِلَى رَبِّكَ
فَاسْأَلْهُ التَّخْفِيفَ فَإِنَّ أُمَّتَكَ لَا يُطِيقُونَ ذَلِكَ فَإِنِّي قَدْ
بَلَوْتُ بَنِي إِسْرَائِيلَ وَخَبَرْتُهُمْ قَالَ فَرَجَعْتُ إِلَى رَبِّي
فَقُلْتُ يَا رَبِّ خَفِّفْ عَلَى أُمَّتِي فَحَطَّ عَنِّي خَمْسًا فَرَجَعْتُ
إِلَى مُوسَى فَقُلْتُ حَطَّ عَنِّي خَمْسًا قَالَ إِنَّ أُمَّتَكَ لَا يُطِيقُونَ
ذَلِكَ فَارْجِعْ إِلَى رَبِّكَ فَاسْأَلْهُ التَّخْفِيفَ قَالَ فَلَمْ أَزَلْ
أَرْجِعُ بَيْنَ رَبِّي تَبَارَكَ وَتَعَالَى وَبَيْنَ مُوسَى عَلَيْهِ السَّلَام
حَتَّى قَالَ يَا مُحَمَّدُ إِنَّهُنَّ خَمْسُ صَلَوَاتٍ كُلَّ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ
لِكُلِّ صَلَاةٍ عَشْرٌ فَذَلِكَ خَمْسُونَ صَلَاةً وَمَنْ هَمَّ بِحَسَنَةٍ
فَلَمْ يَعْمَلْهَا كُتِبَتْ لَهُ حَسَنَةً فَإِنْ عَمِلَهَا كُتِبَتْ لَهُ
عَشْرًا وَمَنْ هَمَّ بِسَيِّئَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا لَمْ تُكْتَبْ شَيْئًا
فَإِنْ عَمِلَهَا كُتِبَتْ سَيِّئَةً وَاحِدَةً قَالَ فَنَزَلْتُ حَتَّى
انْتَهَيْتُ إِلَى مُوسَى صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَخْبَرْتُهُ
فَقَالَ ارْجِعْ إِلَى رَبِّكَ فَاسْأَلْهُ التَّخْفِيفَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْتُ قَدْ رَجَعْتُ إِلَى رَبِّي حَتَّى
اسْتَحْيَيْتُ مِنْهُ
Telah menceritakan kepada kami
Syaiban bin Farrukh telah menceritakan kepada kami Hammad bin Salamah telah
menceritakan kepada kami Tsabit al-Bunani dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Aku telah didatangi Buraq. Yaitu
seekor binatang yang berwarna putih, lebih besar dari keledai tetapi lebih
kecil dari bighal. Ia merendahkan tubuhnya sehingga perut buraq tersebut mencapai
ujungnya." Beliau bersabda lagi: "Maka aku segera menungganginya
sehingga sampai ke Baitul Maqdis." Beliau bersabda lagi: "Kemudian
aku mengikatnya pada tiang masjid sebagaimana yang biasa dilakukan oleh para
Nabi. Sejurus kemudian aku masuk ke dalam masjid dan mendirikan shalat sebanyak
dua rakaat. Setelah selesai aku terus keluar, tiba-tiba aku didatangi oleh
Jibril dengan membawa semangkuk arak dan semangkuk susu. Dan aku pun memilih
susu. Lalu Jibril berkata, 'Kamu telah memilih fitrah'. Lalu Jibril membawaku
naik ke langit. Ketika Jibril meminta agar dibukakan pintu, maka ditanyakan,
'Siapakah kamu? ' Jibril menjawab, 'Jibril'. Ditanyakan lagi, 'Siapa yang
bersamamu? ' Jibril menjawab, 'Muhammad.' Jibril ditanya lagi, 'Apakah dia
telah diutus? ' Jibril menjawab, 'Ya, dia telah diutus.' Maka dibukalah pintu
untuk kami. Tiba-tiba aku bertemu dengan Nabi Adam, dia menyambutku serta
mendoakanku dengan kebaikan. Lalu aku dibawa naik ke langit kedua. Jibril lalu
minta supaya dibukakan pintu. Lalu ditanyakan lagi, 'Siapakah kamu? ' Jibril
menjawab, 'Jibril'. Jibril ditanya lagi, 'Siapa yang bersamamu? ' Jibril
menjawab, 'Muhammad.' Jibril ditanya lagi, 'Apakah dia telah diutuskan? '
Jibril menjawab, 'Ya, dia telah diutuskan'. Pintu pun dibukakan kepada kami.
Tiba-tiba aku bertemu dengan Isa bin Maryam dan Yahya bin Zakaria, mereka
berdua menyambutku dan mendoakan aku dengan kebaikan. Aku dibawa lagi naik
langit ketiga. Jibril pun meminta supaya dibukakan pintu. Lalu ditanyakan,
'Siapakah kamu? ' Jibril menjawab, 'Jibril'. Jibril ditanya lagi, 'Siapakah
bersamamu? ' Jibril menjawab, 'Muhammad'. Jibril ditanya lagi, 'Apakah dia
telah diutuskan? ' Jibril menjawab, 'Ya, dia telah diutuskan'. Pintu pun
dibukakan kepada kami. Tiba-tiba aku bertemu dengan Nabi Yusuf Alaihis Salam,
ternyata dia telah dikaruniakan dengan kedudukan yang sangat tinggi. Dia terus
menyambut aku dan mendoakan aku dengan kebaikan. Aku dibawa lagi naik ke langit
keempat. Jibril pun meminta supaya dibukakan pintu. Kedengaran suara bertanya
lagi, 'Siapakah kamu? ' Jibril menjawab, 'Jibril'. Jibril ditanya lagi,
'Siapakah bersamamu? ' Jibril menjawab, 'Muhammad'. Jibril ditanya lagi,
'Apakah dia telah diutuskan? ' Jibril menjawab, 'Ya, dia telah diutuskan'.
Pintu pun dibukakan kepada kami. Tiba-tiba aku bertemu dengan Nabi Idris
Alaihis Salam, dia terus menyambutku dan mendoakan aku dengan kebaikan. Allah
berfirman: '(Dan kami telah menganggkat ke tempat yang tinggi darjatnya) '. Aku
dibawa lagi naik ke langit kelima. Jibril lalu meminta supaya dibukakan pintu.
Kedengaran suara bertanya lagi, 'Siapakah kamu? ' Jibril menjawab, 'Jibril'.
Jibril ditanya lagi, 'Siapakah bersamamu? ' Jibril menjawab, 'Muhammad'. Jibril
ditanya lagi, 'Apakah dia telah diutuskan? ' Jibril menjawab, 'Ya, dia telah
diutuskan'. Pintu pun dibukakan kepada kami. Tiba-tiba aku bertemu dengan Nabi
Harun Alaihissalam, dia terus menyambutku dan mendoakan aku dengan kebaikan.
Aku dibawa lagi naik ke langit keenam. Jibril lalu meminta supaya dibukakan
pintu. Kedengaran suara bertanya lagi, 'Siapakah kamu? ' Jibril menjawab,
'Jibril'. Jibril ditanya lagi, 'Siapakah bersamamu? ' Jibril menjawab,
'Muhammad'. Jibril ditanya lagi, 'Apakah dia telah diutuskan? ' Jibril
menjawab, 'Ya, dia telah diutuskan'. Pintu pun dibukakan kepada kami. Tiba-tiba
aku bertemu dengan Nabi Musa, dia terus menyambutku dan mendoakan aku dengan
kebaikan. Aku dibawa lagi naik ke langit ketujuh. Jibril meminta supaya
dibukakan. Kedengaran suara bertanya lagi, 'Siapakah kamu? ' Jibril
menjawabnya, 'Jibril'. Jibril ditanya lagi, 'Siapakah bersamamu? ' Jibril
menjawab, 'Muhammad'. Jibril ditanya lagi, 'Apakah dia telah diutuskan? '
Jibril menjawab, 'Ya, dia telah diutuskan'. Pintu pun dibukakan kepada kami.
Tiba-tiba aku bertemu dengan Nabi Ibrahim Alaihissalam, dia sedang berada dalam
keadaan menyandar di Baitul Makmur. Keluasannya setiap hari bisa memasukkan
tujuh puluh ribu malaikat. Setelah keluar, mereka tidak kembali lagi kepadanya
(Baitul Makmur). Kemudian aku dibawa ke Sidratul Muntaha. Daun-daunnya besar
seperti telinga gajah dan ternyata buahnya sebesar tempayan." Beliau
bersabda: "Ketika beliau menaikinya dengan perintah Allah, maka sidrah
muntaha berubah. Tidak seorang pun dari makhluk Allah yang mampu menggambarkan
keindahannya karena indahnya. Lalu Allah memberikan wahyu kepada beliau dengan
mewajibkan shalat lima puluh waktu sehari semalam. Lalu aku turun dan bertemu
Nabi Musa Alaihissalam, dia bertanya, 'Apakah yang telah difardukan oleh
Tuhanmu kepada umatmu? ' Beliau bersabda: "Shalat lima puluh waktu'. Nabi
Musa berkata, 'Kembalilah kepada Tuhanmu, mintalah keringanan karena umatmu
tidak akan mampu melaksanakannya. Aku pernah mencoba Bani Israel dan menguji
mereka'. Beliau bersabda: "Aku kembali kepada Tuhan seraya berkata, 'Wahai
Tuhanku, berilah keringanan kepada umatku'. Lalu Allah subhanahu wata'ala.
mengurangkan lima waktu shalat dari beliau'. Lalu aku kembali kepada Nabi Musa
dan berkata, 'Allah telah mengurangkan lima waktu shalat dariku'. Nabi Musa
berkata, 'Umatmu tidak akan mampu melaksanakannya. Kembalilah kepada Tuhanmu,
mintalah keringanan lagi'. Beliau bersabda: "Aku masih saja bolak-balik
antara Tuhanku dan Nabi Musa, sehingga Allah berfirman: 'Wahai Muhammad!
Sesungguhnya aku fardukan lima waktu sehari semalam. Setiap shalat fardu
dilipatgandakan dengan sepuluh kali lipat. Maka itulah lima puluh shalat fardu.
Begitu juga barangsiapa yang berniat, untuk melakukan kebaikan tetapi tidak
melakukanya, niscaya akan dicatat baginya satu kebaikan. Jika dia
melaksanakannya, maka dicatat sepuluh kebaikan baginya. Sebaliknya barangsiapa
yang berniat ingin melakukan kejahatan, tetapi tidak melakukannya, niscaya
tidak dicatat baginya sesuatu pun. Lalu jika dia mengerjakannya, maka dicatat
sebagai satu kejahatan baginya'. Aku turun hingga sampai kepada Nabi Musa, lalu
aku memberitahu kepadanya. Dia masih saja berkata, 'Kembalilah kepada Tuhanmu,
mintalah keringanan'. Aku menjawab, “Aku telah pulang pergi kepada Tuhanku,
sampai aku malu kepada-Nya”. Hadist ini ditakhrijkan oleh Muslim.[2]
SHALAT FARDHU DAN HUKUM-HUKUMNYA
A.
Hukum Difardhukannya Shalat
عن عبدالله بن عمر قال :قال رسول الله ص م " بني الاسلا م على
خمس : شهادة ان لااله الا الله وأن محمدارسول الله, واقام االصلاة,وإيتاءالزكاةوحج
البيت, وصوم رمضان" متفق عليه
Dari Abdullah bin Umar, ia berkata: Rasulullah saw bersabda: “Islam
terdiri atas lima rukun: mengakui tidak ada Tuhan melainkan Allah dan
sesungguhnya Muhammad utusan Allah; mendirikan shalat; menunaikan zakat; hajji
ke Baitullah; dan puasa ramadhan”. (H.R. Ahmad, Bukhari dan Muslim).[3]
Hadist tersebut menyatakan bahwa islam dibangun atas lima sendi: dua syahadat, shalat, zakat,
shiyam (puasa), dan haji.[4]
وعن انس بن مالك رضى الله عنه قال : فرضت على النبي ص م الصلوات نيلة
أسري به خمسين,ثم نقصت حتى جعلت خمسا, ثم نودي:يامحمد,انه لا يبدل القول لدي. وإن
لك بهذه الخمس خمسين . رواه احمد والنسائ والترمذي وصححه
Dan dari Anas bin Malik, ia berkata: Diwajibkan
sembahyang-sembahyang itu atas Nabi saw pada malam isra’, lima puluh kali.
Kemudian dikurangi sehingga menjadi lima kali, kemudian Nabi dipanggil: Ya Muhammad,
sesungguhnya tidak diganti (diubah) ketetapan itu disisi-Ku. Dan sesungguhnya
lima kali ini sama dengan lima puluh kali. (H.R. Ahmad, Nasai, dan Tirmidzie.
Dan Tirmidzie mengesahkannya).[5]
Hadist tersebut menurut At-Turmudzy, hadist ini shahih. Di dalam
Al-Bukhary dan Muslim terdapat hadist yang semakna dengan ini dari jalan lain.
Hadist ini menyatakan, bahwa shalat yang difardhukan bagi tiap mukallaf ialah
shalat fardhu lima waktu. Shalat lima tersebut difardhukan pada malam Isra’
Nabi saw.[6]
وعن عا ئشة قالت : فرضت ائصلاة ركعتين,ثم ها جر ففرضت اربعا,وتر كت
صلاةالسفرعلى لأول. رواه احمدوالبخاري
Dan dari ‘Aisyah, ia berkata: (pertama kali) diwajibkan sembahyang itu dua raka’at,
kemudian Nabi hijrah, lalu diwajibkan empat raka’at. Dan dibiarkan shalat safar
menurut ketentuan yang pertama (yaitu: dua raka’at). (H.R. Ahmad dan Bukhari).[7]
Ahmad meriwayatkan hadist tersebut dengan memakai tambahan, kecuali
Maghrib. Maghrib itu sejak mulanya difardhukan tiga raka’at. Hadist tersebut
menyatakan, bahwa shalat lima hukumnya fardhu; dan menyatakan pula bahwa shalat
Dzuhur, Ashar dan Isya’ difardhukan empat raka’at dalam hadhar (di kampung) dan
difardhukan dua-dua raka’at dalam safar (perjalanan).[8]
وعن طلحة بن عبيدالله ان اعرابياجاء الى رسول الله ص م ثائرالرأس,فقال
: يارسوالله,اخبرني ,مافرض الله على من الصلاة ؟ فقال "الصلوات الخمس, الاان
تطوع شيئا " قال : اخبرنى مافرض الله على من الصيام ؟فقال "شهررمضان,
الا ان تطوع شيئا " قال : اخبري ما فرض الله على من الزكاة ؟ قال : فاخبره
رسول الله ص م بشرا ئع الاسلام كلها . فقال : والذى اكرمك لااطوع شيئا ولاانقص مما
فرض الله على شيئا . فقال رسول الله ص م " افلح ان صدق- او- دخل الجنة ان
صدق" متفق عليه
Dan dari Thalhah bin Ubaidillah, bahwa seorang Baduwi datang kepada
Rasulullah saw dalam keadaan rambutnya kasut, apa yang Allah wajibkan kepadaku
dari shalat? Ia menjawab: Shalat-shalat yang lima, kecuali engkau lakukannya
yang sunnat. Ia bertanya Beritahukanlah kepadaku , apa yang Allah wajibkan
kepadaku dari puasa? Ia menjawab: Puasa bulan Ramadhan, kecuali engkau lakukan
yang sunnat. Ia bertanya: Beritahukanlah kepadaku, apa yang Allah wajibkan
kepadaku dari zakat? Thalhah berkata: Lalu Rasulullah saw memberitahukan
kepadanya tentang syariat-syariat islam seluruhnya. Lalu Baduwi itu berkata:
Demi dzat yang memuliakan engkau, saya tidak akan menambah dan tidak akan
mengurangi seikitpun dari apa-apa yang telah diwajibkan oleh Allah kepada saya.
Lalu Rasulullah saw bersabda: Pasti ia akan bahagia, apabila benar; atau pasti ia akan masuk surge, apabila benar.”
(H.R. Ahmad, Bukhari dan Muslim).[9]
Hadist tersebut menyatakan bahwa: shalat yang difardhukan lima saja
dalam sehari semalam, bahwa puasa yang difardhukan adalah puasa Ramadhan saja,
dan bahwa sedekah yang difardhukan hanya zakat saja.
Menurut dugaan kebanyakan ahli hadist, orang arab yang menanyakan
hal ini kepada Nabi, seoran dari Najd yang bernama Dhumamah ibn Tsa’labah
Al-Asadi.
Ibnu Rajab dalam Jami’ul Ulum mengatakan, “ Sensi-sendi
bangunan islam ini saling terkait satu sama lainnya.” Diriwayatkan dari Nabi
saw bahwa Allah tidak membenarkan kita mencukupi dengan sebagiannya saja. Maka
seorang yang tidak puas umpamanya, hanya mengerjakan shalat saja, maka
shalatnya tidak diterima Allah, karena lima sendi islam adalah saling mendukung
dan tidak dapat dipisah-pisahkan. Menurut pandangan syara’ merupakan kesatuan
yang utuh.
Atha’ mengatakan, “Bangunan Islam yang didirikan atas lima sendi
ini, Allah tidak menerima salah satunya, kalau tidak lengkap kelima-limanya.
Sendi islam yang lima tersebut ialah:
a.
Beriman kepada Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya, malaikat-Nya,
kitab-kitab-Nya, surge neraka, dan akan hidup sesudah mati. Semuanya ini
dipandang satu.
b.
Shalat lima, merupakan tiang agama. Allah tidak menerima iman
seseorang tanpa mendirikan shalat.
c.
Zakat, adalahpensuci diri dari dosa. Allah tidak menerima iman dan
shalat, melainkan dengan memberikan zakat. Barang siapa yang melaksanakan tiga
ini, namun di bulan ramadhan tidak berpuasa, maka Allah tidak menerima
sendi-sendi yang teah dikerjakan. Barang siapa mengerjakan puasa, tetapi tidak
mau berhaji setelah mampu, maka keempat ibadah lain tidak diterima Allah.
Fuqaha sepakat tentang fardhunya shalat lima waktu. Seluruh ulama
islam berpendapat, shalat lima waktu diardhukan atas tiap-tiap orang yang
mukallaf. Dalam hal ini fuqaha berbeda pendapat tentang wajibnya shalat selain
dari shalat lima waktu. Sebagian fuqaha mengatakan, diantaranya As-Syafi’I,
bahwa shalat yang difardhukan hanya shalat lima saja. Selainnya sunnat semua.
Sebagian fuqaha yang lain mengatakan, bahwa selain shalat lima waktu, ada juga
shalat yang diwajibkan.
Abu Hanifah mengatakan, shalat adalah wajib hukumnya. Sebagian
muhaqqiqiqn mengatakan, selain shalat lima waktu, difardhukan juga shalat hari
raya. Demikian pendapat Ibnu Taimiyah
dalam Ikhtiyarat.
Apabila islam kita misalkan sebagai sebuah bangunan rumah yang
sempurna, maka sendi-sendi yang lima tersebut merupakan sendi-sendi yang
terpokok yang menjadi dasar dan asas. Tidak kita anggap rumah islam itu
sempurna tanpa salah satu asasnya.
Selanjutnya, dapat pula kita pahami dari hadist tersebut bahwa pada
malam isra’, Allah memerintahkan Nabi saw mengerjakan Dzuhur, Ashar dan Isya’
sebanyak dua rakaat. Sesudah Nabi hijrah ke Madinah baru ditetapkan menjadi
empat rakaat.[10]
B.
Hukum Meninggalkan Shalat
Meninggalkan shalat karena inkar atas (kewajiban
melaksanakannya) merupakan bentuk
kekufuran dan mengeluarkan yang bersangkutan dari agama islam. Hal ini sesuai
dengan ijma’ (kesepakatan) kaum muslimin,
adapun orang yang meninggalkan shalat, sementara dia masih beriman dan meyakini
kewajiban melaksanakannya, hanya saja dia malas melakukannya atau karena adanya
alasan yang tidak dapat diterima oleh syara’, ada beberapa hadist yang dengan
jelas menjelaskan akan kekufurannya.
Diantara hadist yang dimaksud adalah sebagai berikut:
a.
Jabir berkata, Rasulullah saw bersabda:
بين
الرجل وبين الكفر ترك الصلاة
“Antara
seseorang dengan kekufuran adalah meninggalkan shalat”. (H.R. Ahmad, Muslim,
Abu Daud, Tirmidzi dan Ibnu Majah).
b.
Buraidah berkata, Rasulullah saw bersabda:
العهدالذبينناوبينهم
الصلاة , فمن تركهافقدكفر
“Perjanjian
(perbedaan) antara kami dan mereka adalah shalat. Maka barang siapa yang
meninggalkan shalat, sungguh dia telah kafir”. (H.R. Ahmad, Abu Daud, Tirmidzie, Nasai dan Ibnu Majah).
Hakim berkata,
ini adalah hadist yang memiliki sanad shahih. Bahkan tidak satupun ditemukan
kecacatannya. Imam Bukhari dan Muslim menyatakan bahwa riwayat Abdullah bin
Buraidah dari ayahnya sebagai hujjah. Imam Muslim juga menyatakan Al-Husin bin
Waqid bisa dijadikan sebagai hujjah. Namun Bukhari dan Muslim tidak
meriwayatkannya dengan lafal hadist ini. Oleh karena itu, hadist ini mempunyai
bukti dan penguat yang shahih menurut syarat
Bukhari dan Muslim.
c.
Abdullah bin Amar bin Al-Ash, dari Rasulullah saw suatu ketika,
beliau menyebut tentang masalah shalat. Beliau bersabda:
من حا فظ عليها كانت له نورا وبرهاناونجاة من النار يوم القيامة ومن
لم يحا فظ
“Barang siapa
yang menjaga shalat maka ia akan menjadi cahaya, bukti dan penyelamat baginya
dari api neraka pada hari kiamat. Dan barang siapa yang tidak menjaganya maka
tidak ada baginya cahaya, keselamatan dan juga bukti. Dia nanti pada hari
kiamat dikumpulkan bersama Qarun, Fir’aun, Haman dan Ubay bin Khalaf”. (H.R.
Ahmad, Thabran dan Ibnu Hibban). Dia menyatakan bahwa sanad hadist ini jayyid.
Pernyataan yang
menyatakan bahwa orang yang meninggalkan shalat kelak di alam akhirat akan dikumpulkan bersama
pemimpin orang-orang kafir, menunjukkan akan kekufurnnya. Ibnu Qayyim berkata,
“Orang yang tidak bisa menjaga shalat bisa jadi disebabkan kesibukannya dengan
kekayaan, kerajaan, kekuasaan dan perniagaannya. Bagi orang yang sibuk dengan
kekayaannya, dia kan dikumpulkan bersama Qarun. Bagi orang yang sibuk mengurusi
kerajaannya, dia akan dikumpulkan bersama Fir’aun. Bagi orang yang sibuk
bersama dengan urusan kekuasaan dan jabatan, dia akan dikumpulkan bersama
Haman. Dan bagi orang yang disibukkan dengan urusan perniagaannya, dia akan
dikumpulkan bersama Ubay bin Khalaf”.
d.
Abdullah bin Syuqaiq
Al-Uqaili berkata:
عليها لم تكن له نورا ولا نجاة ولا برهانا وكان يوم القيمة مع قارون
وفرعون وهامان وأبي بن خلف
“Para sahabat tidak ada yang memandang sesuatu
yang jika ditinggalkan akan menjadikannya kafir selain meninggalkan shalat”.
(H.R. Tirmidzie dan Hakim). Dia menyatakan bahwa hadist ini shahih mengikuti syarat
Bukhari dan Muslim.
e.
Muhammad bi Nash Al-Mirwazi berkata, Aku mendengar Ishak berkata,
benar dari Rasulullah saw, bahwa orang yang meninggalkan shalat dia adalah
kafir. Begitu juga pendapat yang dikemukakan oleh para ulama yang bersandar
pada sabda Rasulullah saw, bahwasanya orang yang meninggalkan shalatdengan
disertai unsure kesengajaan dan tanpa adanya uzur, sampai waktu shalat habis,
maka dia kafir.
f.
Ibnu Hazm berkata, ada berita yang berasal dari Umar, Abdurrahman
bin Auf, Muadz bin Jabal, Abu Hurairah dan para sahabat yang lain, bahwasanya
seseorang yang meninggalkan shalat satu fardhu dengan sengaja, sampai waktunya
telah habis, maka dia telah kafir dan murtad. Dan kami tidak mendapat perbedaan
diantara mereka. Pernyataan ini disebutkan oleh Al-Mundziri dalam kitab at-Targhib
wa at-Tarhib. Lebih lanjut ia berkata, sebagian para sahabat dan orang yang
setelahnya menyatakan kafir bagi orang yang meninggalkan shalat dengan sengaja
sampai waktu untuk menjalankan habis. Diantara mereka adalah Umar bi Khattab,
Abdullah bin Mas’ud, Abdullah bin Abbas, Muadz bi Jabal, Jbir bin Abdullah dan
Dardark. Adapun selain kalangan sahabat adalah Ahmad bin Hambal, Ishak bin
Ruhawiyah, Abdullah bin Mubarak, Nakhai, Hakam bin Utaibah, Abu Ayyub
As-Sakhtiyani, Abu Daud At-Thayalisi, Abu Bakar bin Abu Syaibah, Zuhair bin
Harb dan yang lainnya.[11]
[2] Lembaga Al-Qur’an dan
Hadist, Kelengkapan Hadist Qudsi,
(Semarang: CV. Toha Putra, 1982), hal. 213-221
[3] Hamidy Mu’ammal, dkk, Terjemahan
Nailul Authar Himpunan Hadist-hadist Hukum
jilid 1, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1974), hal. 265
[4] Ash-Shiddieqy Hasbi TM, Koleksi
Hadist-hadist Hukum jilid 1, (Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2002),
hal. 254
[5] Hamidy Mu’ammal, dkk, Terjemahan
Nailul Authar Himpunan Hadist-hadist Hukum
jilid 1, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1974), hal. 265
[6] Ash-Shiddieqy Hasbi TM, Koleksi
Hadist-hadist Hukum jilid 1, (Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2002),
hal. 254
[7] Hamidy Mu’ammal, dkk, Terjemahan
Nailul Authar Himpunan Hadist-hadist Hukum
jilid 1, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1974), hal. 266
[8] Ash-Shiddieqy Hasbi TM, Koleksi
Hadist-hadist Hukum jilid 1, (Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2002),
hal. 254
[9] Hamidy Mu’ammal, dkk, Terjemahan
Nailul Authar Himpunan Hadist-hadist Hukum
jilid 1, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1974), hal. 266
[10] Ash-Shiddieqy Hasbi TM, Koleksi
Hadist-hadist Hukum jilid 1, (Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2002),
hal. 254-256
[11] Sabiq Sayid, Fikih Sunnah,
(Jakarta: Cakrawala Publising, 2008), hal. 163-165
Subscribe to:
Posts (Atom)