Thursday, 12 March 2015

Aliran-Aliran Penentuan Awal Bulan Hijriah di Indonesia

Astronom Jawa-Perbedaan adalah warna yang indah untuk menghias kehidupan ini, karena dengan adanya perbedaan akan memperkaya pengetahuan dan pemikiran. Indonesia adalah salah satu Negara yang memiliki berjuta-juta perbedaan, yang salah satunya adalah perbedaan pemikiran dan pendapat dalam metode Hisab dan Rukyah untuk menentukan awal bulan Hijriah. Oleh karenanya sering sekali terjadi perbedaan dalam pelaksanaan Hari Raya ataupun penentuan awal Ramadhan. Dan masih banyak lagi perbedaan-perbedaan dalam pelaksanaan hari-hari besar umat muslim lainnya, seperti: tahun baru Hijriah, peringatan Maulid Nabi, peringatan Isro Mi’raj, dan peringatan Nuzulul Quran. Selain kerena perbedaan metode yang digunakan, perbedaan ini juga disebabkan karena acuan yang digunakan dalam penanggalan Hijriah adalah gerak Bulan mengitari Bumi, dan inipun menimbulkan banyak permasalahan.
Dalam kesempatan kali ini kami akan memaparkan sedikit pemahaman tentang beberapa metode Hisab Rukyah yang digunakan di Indonesia.
Apabila kita amati dengan seksama perbedaan-perbedaan dalam penentuan awal bulan Hijriah disebabkan oleh dua hal yang pokok:
1.     Dari segi penetapan Hukum
Dari segi penentapan hukum, di Indonesia terdapat empat kelompok besar . kelompok pertama, adalah kelompok yang berpegang kepada penglihatan, observasi, ataupun Rukyah. Kelompok ini tetap menggunakan hisab sebagai persiapan untuk kesuksesan pelaksanaan Rukyah.
Landasan hukum yang digunakan kelompok ini adalah berdasarkan Hadits Nabi yang memerintahkan untuk berpuasa karena melihat bulan (hilal) dan berhari raya kerena melihatnya.
Ayat-ayat Al-Quran yang berhubungan dengan hisab menurut pandangan mereka merupaka ayat-ayat yang mujmal dan tidak ada sangkut pautnya dengan hukum, karena hampir semua ayat Al-Quran yang berhubungan dengan ketentuan peredaran matahari dan bulan adalah dalam rangka penonjolan kekuasaan Allah yang terbentang di langit dan di bumi serta seluruh isinya.
Sedangkan hadits yang berhubungan dengan adanya perintah untuk menghitung umur bulan, apabia bulan itu tidak dapat dilihat dianggap sebagai hadits yang mutlak yang harus dibawakan kepada keterangan-keterangan hadits yang muqoyyad. Hadits yang muqoyyad itu iyalah perintah untuk menyempurnakan 30 hari umur bulan sya’ban apabila hilal tidak dapat di rukyah.
Itulah sebab apabila kelompok ini telah melakukan rukyah akan tetapi hilal tidak dapat dirukyah maka mereka akan menyempurnakan jumlah hari dalam bulan tersebut menjadi 30 hari.
Kelompok kedua, kelompok ini adalah kelompok yang memegang Ijtima’ sebagai pedoman penentuan awal bulan Hijriah. Kelompok ini berpendirian apabila ijtima’ terjadi sebelum matahari terbenam maka esok hari merupakan bulan baru, sedangkan apabila ijtima’ terjadi setelah matahari terbenam maka bulan baru akan terjadi pada esok lusa.
 Pendapat kelompok ini berlandaskan pada ayat-ayat Al-Qur’an yang memaparkan bahwa Allah tellah menetapkan manzilah-manzilah bagi peredaran matahari dan bulan yang berguna bagi manusia untuk menghitung bilangan jumlah hari dalam satu tahun dan cara perhitungannya. Mereka juga berpendapat bahwa hadits-hadits yang bersangkutan dengan perintah untuk memulai puasa karena melihat bulan dan berhari raya karena melihat bulan dianggap sebagai petunjuk Nabi yang berguna bagi umatnya dalam menentukan awal masuknya bulan. Akan tetapi cara ini buknalah satu-satunya cara dalam menentukan masuknya awal bulan dan bukan merupakan kepastian.
Kelompok ini juga berpendapat bahwa apabila dengan melihat bulan merupakan syarat bagi tiap-tiap orang untuk memulai puasa maka setiap orang diwajibkan untuk melihatnya, akan tetapi dalam kenyataanya hanya sebagian orang yang melihat bulan sedangkan bagian besarnya memulai puasa hanya karena mendengar berita bahwa bulan sudah dapat dilihat.
Kelompok ketiga, kelompok ini adalah kelompok yang memandang bahwa ufuk hakiki sebagai kriterium untuk menentukan wujudnya hilal. Kegiatan pokok kelompok ini dalam mempersiapkan perhitungan ialah menentukan kedudukan hakiki bulan pada saat matahari terbenam, apabila bulan berada di atas ufuk hakiki maka bulan dihukumi wujud (wujud Hukman), sedangkan apabila hilal berada di bawah ufuk hakiki malam itu maka keesokan harinya dianggap sebagai akhir bulan yang sedang berjalan.
Kelompok ini landasan hukum yang digunakan hampir sama dengan alas an yang dikemukakan oleh kelompok yang kedua, hanya saja mereka memahami ayat-ayat Al-Quran secara keseluruhan sehingga mereka berkesimpulan bahwa apabila kedudukan hilal sudah diketahui dengan akal telah berada di atas ufuk hakiki, maka pengetahuan akal tersebut tidak dapat didustakan lagi dan merupakan alas an yang kuat untuk menentapkan awal masuknya bulan baru.
Kelompok keempat, kelompok ini adalah kelompok yang berpegang kepada kedudukan hilal di atas ufuk mar’I (yaitu ufuk yang dapat dilihat langsung oleh mata kepala) sebagai kriteria dalam menentukan masuknya awal bulan baru. Apabila hilal berada di atas ufuk mar’i pada saat matahari terbenam maka hilal  di anggap sudah wujud.
Kelompok ini dalam melakukan perhitungan-perhitungannya melakukan banyak koreksi-koreksi baik koreksi terhadap ufuk maupun terhadap hilal. Koreksi yang dilakukan tehadap ufuk adalah koreksi kerendahan ufuk yang relative terhadap posisi pengamat, juga koreksi refraksi yang berlaku bagi ufuk itu. Koreksi ini dilakukan dengan sangat cermat dengan tujuan agar kedudukan ufuk dapat diperhitungkan sesuai dengan penglihatan mata pengamat. Sedangkan koreksi yang dilakukan terhadap tinggi hilal ialah semi diameter bulan, refraksi, parallax.
Dasar yang disunakan oleh kelompok ini hampir sama dengan dasar yang digunakan kelompok kedua dan ketiga, hanya saja kelompok ini selain memperhatikan ayat-ayat Al-Quran secara keseluruhan, mereka juga memautkannya dengan jiwa yang terkandung dalam hadits, yaitu kedudukan bulan ditentukannya dengan kecermatan sedemikian rupa sesuai dengan pandangan mata pengamat.
2.     Dari segi system atau metode perhitungan
Dari segi metodhe yang digunakan dalam perhitungan di Indonesia terdapat dua kelompok besar.
Kelompok pertama, kelompok ini adalah kelompok yang menggunakan metode hisab ‘Urfi, yaitu hisab yang kegiatan perhitungannya dilaksanakan berdasarkan kaidah-kaidah tradisional, yaitu dibuatnya anggaran-anggaran dalam menentukan perhitungan masuknya awal bulam itu dengan anggaran yang didasarkan pada peredaran bulan.
Kelompok kedua, kelompok yang menggunakan metode Hisab Hakiki, yaitu sisten penentuan awal bulan qomariyah dengan cara menentukan kedudukan bulan pada saat matahari terbenam.
Cara yang ditempuh oleh kelompok ini adalah
Ø Menentukan terjadinya ghurub
Ø Menghitung longitude matahari dan bulan dan data lainya dengan kordinat Ekliptika
Ø Menghitung terjadinya Ijtima’
Ø Menghitung jarak sudut matahari dan bulan saat matahari terbenam
Ø Menentukan azimuth bulan
Dalam perhitungan keakuratan hasil perhitungan dipengaruhi juga oleh data yang digunakan dalam perhitungan. Sedangkan data yabg sering digunakan ialah data Ephemeris.
          .Tulisan ini dicuplik dari buku Almanak hisab rukyah, yang dikeluarkan oleh Departemen Agama RI, tahun1981

No comments: