Monday, 16 March 2015

PENGERTIAN, DASAR HUKUM, DAN CARA MENGHITUNG ARAH KIBLAT

PENGERTIAN, DASAR HUKUM, DAN CARA MENGHITUNG ARAH KIBLAT
pengertian arah kiblat

   A.Pengertian Kiblat
Menghadap kiblat merupakan salah satu dari beberapa syarat sahnya sholat, dimana sholat seseorang tidak akan sah tanpa menghadap kiblat. Namun apa yang dimaksud dengan kiblat yang sering kita dengar ?.
Secara bahasa atau etimologi kata Al-qiblah disebutkan sebanyak 4 kali dalam Al-Qur’an.[1]Diambil dari bahasa arab قبل, يقبل, قبلة yang artinya menghadap. Dalam kamus Al-Munawwir kata Al-qiblah  diartikan sebagai ka’bah[2].Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai arah ke ka’bah di Mekah (pada waktu shalat). Sementara itu, dalam Ensiklopedi Hukum Islam kiblat diartikan sebagai bangunan ka’bah atau arah yang dituju kaum muslimin dalam melaksanakan sebagian ibadah[3].Syaikh Abu bakar menjelaskan dalam kitab I’anah al-Thilibin bahwa kiblat menurut bahasa berarti arah, yang dimaksud disini adalah ka’bah.
Kiblat yang mempunyai pengertian arah, berarti identik dengan kata jihah dan syathrah, yang dalam bahasa latin di kenal dengan istilah. Dalam wacana ilmu falak azimuth diartikan sebagai arah yang posisinya di ukur dari arah utara sepanjang lingkaran horizon searah jarum jam[4].Adapun kata kiblat menurut istilah (terminologi) para Ulama’ bervariasi memberikan definisi tentang arah kiblat antara lain :
1.     Abdul ‘Azizi Dahlan, mendefinisakan kiblat sebagai bangunan ka’bah atau arah yang
Ditujukaum Muslimin dalam melaksanakan sebagian ibadah[5].
2.     Harun Nasution, mengartikan kiblat sebagai arah untuk menghadap pada waktu shalat[6].
3.     Mochtar Effendy, mengartikan kiblat sebagai arah shalat, arah ka’bah di kota makkah[7].
Sementara itu, terdapat ahli falak yang mengaitkan pengertian arah kiblat dengan paradigma bumi sebagai planet yang bulat sehingga seseorang yang menghadap kiblat hendaknya mengambil arah yang paling dekat. Hal ini didasarkan

pada teori bumi bulat yang implikasinya antara menghadap dan membelakangi itu sama, yang membedakan hanyalah jarak tempuh.
 Adapun pengertian arah kiblat yang mengaitkan dengan jarak tempuh dapat dilihat pada beberapa rumusan ulama’ antara lain:
1.      Slamet Hambali, memberikan definisi arah kiblat yaitu arah menuju ka’bah (makkah) lewat jalur terdekat yang mana setiap Muslim dalam melaksanakan sholat harus mengarah ke arah tersebut.
2.      Muhyidin Khozin, yang mendefinisikan arah kiblatadalah arah ataujarak terdekat sepanjang lingkaran besar yang melewati ka’bah (Makkah) dengan tempat korta yang bersangkutan[8]
                Dari berbagai definisi di atas bahwa kiblat adalah arah terdekat dari seseorang menuju ka’bah dan setiap umat Muslim wajib menghadap ke arahnya saat melaksanakan Shalat    Dengan kata lain, arah kiblat dalah suatu arah yang wajib dituju oleh umat Islam ketika melakukan ibadah shalat dan ibadah-ibadah lain. Arah kiblat adalah arah ka’bah atau wujud ka’bah. Singkatnya, kiblat adalah arah terdekat dari seseorang menuju ka’bah pada waktu mengerjakan ibadah shalat[9]               
             B. Dasar Hukum Menghadap Kiblat                                                                                                                                             
a. Dasar hukum dari Al-Qur’an
   1. Firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah ayat 144
قد نرى تقلب وجهك فى السماء  فلنولينك قبلة ترضها فول وجهك شطر المسجد الحرام وحيث ما كنتم فولوا وجوهكم شطره وان الذين اوتوا الكتاب ليعلمون انه الحق من ربهم  وما الله بغافل عما يعلمون
        Artinya : “ Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami Memalingkan kamu ke arah kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang ( Yahudi dan Nasrani) yang diberi al-kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya, dan allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan (QR. Al-Baqarah(2);144)
  2. Firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah ayat 150
ومن حيث خرجت فول وجهك شطر المسجد الحرام وحيث ما كنتم فولوا وجوهكم شطره لئلا يكون للناس عليكم حجة الا الذين ظلموا  فلا تخشوهم واخشوني ولأتم نعمتي عليكم ولعلكم تهتدون
     Artinya : “ Dan darimana saja kamu keluar (datang) maka palingkanlah wajahmu ke arahMasjidil Haram, dan dimana saja kamu semua berada maka palingkanlah wajahmu ke  arahnya,agar tidak ada hujjah bagi manusia atas kamu, kecuali orang-orang yang zalim di antara mereka. Maka janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepadaKu. Dan agar Ku sempurnakan nikmat-Ku atas kamu dan supaya kamu dapat petunjuk (QR. Al-Baqarah(2): 50)
b. Dasar hukum dari Hadits
      1. Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim
حدثنا ابوبكرابن شيبة حدثنا عفان حدثنا حماد بن سلمة عن ثابت عن أنس أن رسول الله صلى الله عليه وسلم كان يصلي نحو بيت المقدس فنزلت " قد نرى تقلب وجهك فى السماء فلنولينك قبلة ترضها فول وجهك شطر المسجد الحرام " فمر رجل من بنى سلمة وهم ركوع فى صلاة الفجر وقد صلوا ركعة فنادى ألا ان القبلة  قد حولت فمالوا كماهم نحو القبلة. (رواه مسلم)

       Artinya :   “ barcerita Abu Bakar bin Abi Saibah, bercerita ‘Affan, bercerita Hammad bin Salamah, dari Tsabit dari Anas: “ Bahwa sesungguhnya Rasulullah SAW (pada suatu hari) sedang sholat menghadap Baitul Maqdis, kemudian turunlah ayat “ Sesungguhnya Aku melihat mukamu sering menengadah ke langit, maka sungguh kami palingkan mukamu ke kiblat yang kamu kehendaki. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram”. Kemudian ada seseorang dari Bani Salamah bepergian, menjumpai sekelompok sahabat sedang ruku’ pada sholat fajar. Lalu Ia menyeru “ sesungguhnya kiblat telah berubah “. Lalu mereka berpaling seperti kelompok nabi, yakni kearah Kiblat” (HR. Muslim)
2. Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari
قال ابوهريرة رضي الله تعالى عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : استقبل القبلة وكبر. (رواه البخارى)
       Artinya : “ Dari Abi Hurairah r.a berkata : Rasulullah SAW bersabda : “ Menghadaplah kiblat lalu takbir ” (HR. Bukhari)
حدثنا مسلم قال : حدثنا هشام قال : يحي بن ابى كثير عن محمد بن عبد الرحمن عن جابر قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم يصلي على راحلته حيث توجهت . فإذا أراد الفريضة نزل فاستقبل القبلة. (رواه البخارى)
       Artinya : “ Bercerita Muslim, bercerita Hasyim Yahya bi Abi Katsir dari Muhammad bin Abdurrahman dari Jabir berkata : Ketika Rasulullah SAW Sholat di atas kendaraan )tunggangannya) Beliau menghadap kea rah sekehendak tunggangannya, dan ketika Beliau hendak melakukan Sholat fardluBeliau turun kemudian menghadap kiblat .” (HR. Bukhari)
3. Hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majjah dan Tirmidzi
ما بين المشرق والمغرب قبلة (رواه ابن مجه و ترمذى)
Artinya : “ Diantara arah barat dan timur disitulah Qiblat” (HR, Ibnu Majjah dan Tirmidzi)
4.Hadist yang diriwayatkan oleh Imam Al-baihaqi
ما بين المشرق والمغرب قبلة اذا توجه نحو البيت (رواه البيهقي(
          Artinya : “Di antara timur dan barat terdapat kiblat, jika seseorang menghadapnya ke arah baitullah”(HR.Al-Baihaqi)
البيت قبلة لأهل المسجد والمسجد قبلة لأهل الحرام والحرام قبلة لأهل الأرض في مشارقها ومغاربها من امتي (رواه البيهقي(
       Artinya :“ Baitullah kiblat bagi penghuni Masjidil Haram, Masjidil Haram kiblat bagi penghuni tanah haram, tanah Haram kiblat bagi penduduk bumi di penjuru timur dan barat     dari umatku” (HR.Al-Baihaqi)
Berdasarkan dalil-dalil di atas dapat di ketahui bahwa menghadap kiblat merupakan suatu keharusan yang melaksanakan shalat, sehingga para ahli fiqih (hukum islam) bersepakat mengatakan bahwa menghadap kiblat merupakan syarat sahnya shalat. Oleh karena itu tidak sah shalat seseorang tanpa menghadap kiblat (ka’bah). Dan ka’bah merupakan kiblat bagi orang-orang yang melaksanakan shalat di Masjidil Haram (masjid di sekeliling ka’bah di Makkah). Masjidil Haram merupakan kiblat bagi orang-orang yang shalat di Makkah dan sekitarnya. Dan kota Makkah itu sendiri merupakan kiblat bagi orang-orang yang melaksanakan shalat jauh dari kota Makkah (daerah yang berada di luar kota Makkah).
      C.    Interpretasi Ulama Mengenai Arah Kiblat
Para ulama’ telah sepakat tentang Ka’bah merupakan kiblat bagi seluruh umat islam dalam melakukan kewajiban ibadah sholat, akan tetapi dalam tataran teknis dan tata laksana dalam menghadap kiblat, terdapat perbedaan pendapat, terutama pada teritorial daerah yang jauh dari ka’bah.
Beberapa ulama mempunyai interpretasi tersendiri dalam kiblat bagi orang yang jauh dari ka’bah. Dapat kita lihat bebrapa perbedaan interpretasi terhadap dalil-dalil yang telah ada dalam Al-Qur’an dan Hadits diantaranya :
  Ø  Imam Hanafi
Beliau berijtihad, bagi orang yang jauh dari ka’bah maka ia wajib menghadap kiblat dengan jihatul ka’bah. Yang dimaksud jihah yaitu arah yang menuju ka’bah itu sendiri.
  Ø  Imam Maliki
Bagi orang yang berada di luar Makkah hanya cukup dengan menghadap ke arah kiblatnya saja, tanpa harus menghadap ke ainul ka’bah. Walau demikian tentunya ada syaratnya yaitu sebagian dari wajahnya diharuskan menghadap ke arah ka’bah.
                                        Ø Imam Syafi’i                                                                                                               
                 Menurut beliau, bagi orang yang jauh dari ka’bah maka wajib baginya tatkala hendak melaksanakan sholat harus berijtihad untuk mencari arah kiblat dengan betul, baik dengan petunjuk-petunjuk dari bintang, matahari, bulan, gunung arah berhembusnya angin dan setiap apa saja yang ada padanya yang dapat menjadi petunjuk kepada kiblat[10]
  ØImam Hambali
Beliau berpendapat, bagi orang yang jauh dari ka’bah maka ia tidak terkena taklif menghadap ainul ka’bah. Namun ia diwajibkan menghadap jihatul ka’bah dengan cara mengikuti arah mihrab masjid umat islam atau bertanya pada orang yang tsiqoh mengenai arah kiblat[11]Demikianlah, wajar bagi setiap ulama mempunyai interpretasi tersendiri dalam memaknai arah kiblat bagi orang yang jauh dari ka’bah. Perbedaan tersebut berpangkal pada penafsiran ayat-ayat al quran dan hadits mengenai arah kiblat tersebut.
 Dari berbagai perbedaan tersebut, Hasbi menyarankan kepada kaum muslimin untuk mengetahui posisi Baitl Haram. Artinya dimana pun mereka berada, baik di timur atau barat, baik di utara atau selatan ka’bah mereka harus menghadapkan wajah mereka ke arah ka’bah di waktu sholat. Sehingga dalam melakukan salat tidak terjebak dalam satu arah sebagaimana yang telah dilakukan orang-orang Nasrani (hanya menghadap ke timur) atau orang-orang Yahudi (hanya menghadap ke barat. Oleh karena itu, kaum Muslimin hendaknya mempelajari ilmu bumi dan ilmu falak.
Diceritakan bahwa pelaksanaan shalat orang-orang Islam di Suriname ada yang menghadap ke arah barat serong ke utara dan adapula yang menghadap ke arah timur serong ke utara. Hal ini karena orang- orang Suriname berasal dari Indonesia dan berkeyakinan

bahwa shalat itu harus menghadap barat serong ke utara, sebagaimana sewaktu di Indonesia. Namun orang-orang yang sudah mengetahui arah kiblat yang sebenarnya, mereka menghadap ke timur serong ke utara sebesar 210 43’ 50.80’’ (T-U)
D. Cara Menentukan Arah Kiblat
Ada banyak cara dalam menentukan arah kiblat, diantaranya dengan cara melihat tanda-tanda alam, seperti melihat bintang, hembusan angin, dll. Namun Ilmu Falak juga memberi solusi dalam menentukan arah kiblat. Ilmu falak mempersembahkan dua cara dalam menentukan arah kiblat dan cara inilah yang sering digunakan pada saat ini, yaitu pertama dengan Memanfaatkan bayang-bayang Matahari dan kedua dengan memanfaatkan arah utara geografi atau yang biasa disebut utara sejati (true north).
Metode Bayang-Bayang Matahari
Metode ini dalam bahasa arab biasa disebut dengan Rashdul Qiblat (Bayang-bayang kiblat). Cara ini memanfaatkan bayang-bayang matahari, dimana pada waktu-waktu tertentu Matahari tepat berada di atas Ka’bah. Sehingga bayang-bayang sesuatu (misalnya tongkat) yang ditimbulkan oleh cahaya matahari tegak lurus dengan Ka’bah. Cara inilah yang paling praktis dan bebas hambatan, hambatan yang terjadi hanya ketika langit berawan atau mendung, sehingga menghalangi cahaya matahari tidak dapat menembusnya.
Sudah menjadi siklus tahunan, Matahari akan berada pada titik zenith ka’bah yaitu 210 25’ LU dan 390 50 BT. Siklus ini terjadi dua kali dalam satu tahun, yaitu setiap tanggal 28 Mei (untuk tahun bashithah) atau tanggal 27 mei (untuk tahun kabisat) pada pukul 16. 17. 58.16 WIB, dan juga pada tanggal 15 Juli (untuk tahun bashithah) dan 16 Juli (untuk tahun kabisat) pada pukul 16. 26. 12.11 WIB[12]Namun selain pada hari-hari tersebut mestinya juga dapat ditentukan jam rusydul qiblat. Tetapi perlu diketahui bahwa jam rusydul qiblat tiap hari mengalami perubahan karena  terpengaruh oleh deklinasi matahari.
Langkah-langkah yang perlu di tempuh dalam melakukan metode ini adalah :
      1.  Menghitung arah kiblat suatu tempat
      2.Menghitung saat kapan matahati membuat bayang-bayang setiap benda (tegak) mengarah persis ke ka’bah.
      3.  Mengamati bayang-bayang tersebut kemudian diabadikan sebagai arah kiblat.

Caranya mengeceknya yaitu dengan meletakkan satu tegakan (tongkat atau sejenisnya) di tempat yang terkena cahaya matahari, kemudian amati jatuhnya bayangan yang terbentuk oleh cahaya matahari, kemudian arah bayangan itulah yang menjadi sebagai arah kiblat[13]Metode Azimuth Kiblat
Metode azimuth kiblat, yaitu metode yang menggunakan arah atau garis yang menuju ke kiblat. Untuk menentukan azimuth kiblat diperlukan data lintang dan bujur tempat yang akan diukur arah kiblatnya serta data lintang dan bujur kota mekah.
Langkah-langkah untuk menentukan arah kiblat dengan metode ini adalah, pertama kita harus mengetahui Lintang (urd al-balad) dan Bujur Tempat (thul al-balad) yang akan ditentukan arah kiblat kemudian kita harus mengetahui lintang dan bujur tempat ka’bah, dan selanjutnya dimasukkan kepada rumus-rumus yang telah ada.
Untuk mengetahui lintang dan bujur suatu tempat setidaknya terdapat bebrapa cara:
1.  Berpedoman pada daftar lintang dan bujur tempat yang terdapat di buku-buku falak
2. Berpedoman pada peta
      3.  Berpedoman pada alat GPS (Global Positioning System)
Kemudian untuk lintang dan bujur letak kota Makkah, sebagaimana dalam daftar Kota-kota penting di Dunia oleh Susiknan Azhari, menyebutkan bahwa Lintang Makkah 210 30’ LU dan Bujur Makkah 390 50’ BT.
Setelah data-data lintang tersebut telah diketahui, maka selanjutnya diramu dalam beberepa rumus yang telah ada seperti Rumus Cosinus dan rumus sinus, Menggunakan Analogi Napier, Rumus Cosinus dan sudut Pembantu. 
E. Perananan Ilmu Falak Terhadap Penentuan Arah Kiblat
Ilmu falak dari zaman ke zaman telah mengalami perkembangan sesuai dengan kualitas dan kapasitas intelektual dikalangan kaum muslimin, begitu pula dalam penentuan arah kiblat, metode maupun alat-alat yang digunakan pun bermacam-macam menyesuaikan keadaan zamannya masing-masing, mulai dari alat yang sederhana sampai alat-alat modern, mulai dari miqyas, tongkat istiwa’, rubu’ mujayyab, kompas, sampai theodolit, semuanya sangat membantu dan bermanfaat dalam menentukan arah kiblat. Oleh karena itulah, betapa pentingnya peranan Ilmu Falak terhadap penentuan arah kiblat.



[1]Kata Qiblat dalam Al-Qur’an diartikan (1) Kiblat (QS. AL-Baqarah : 142-145) dan (2) Tempat Sholat (QS. Yunus:87). Lihat Depag RI. Al-Qur’an dan Terjemah, (Madinah:Mujamma’ Khadim Al-Kharamain) Hal. 320
[2]Achmad Warson Munawwir. Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap, cet. I (Yogyakarta:Pustaka Progressif), hal. 1169
[3]Abdul Aziz Dahlan, dkk. Ensiklopedi Hukum Islam. Cet. I, (Jakarta:Ichtiar Baru Van Hoeve. 1997) Jilid 3 Hal 944.
[4]. Mohammad Murtadho, .Ilmu Falak Praktis ,(Jogjakarta: SUKSES offset,2008) hlm.124
[5]ibid.hlm.  944
       [6]HarunNasution.. Ensiklopedi Islam Indonesia, (Jakarta: Djambatan,1992) hlm.563

[7]MochtarEffendy.Ensiklopedi Agama dan Filsafat, (Palembang: Penerbit Universitas Sriwijaya,2001).hlm.49

[8]MuhyidinKhozin., Ilmu Falak dalam Teori dan Praktek,(Jogjakarta: Buana Pustaka,2004)

[9]Ahmad Izzuddin, ILMU FALAK PRAKTIS(Metode Hisab-Rukyah Praktis Dan Solusi Permasalahannya), 2006, Semarang : Kemala Grafika, hal. 21

[10]As Syafi’i, Muhammad bin Idris, 1982, Al umm (kitab induk), jakarta : CV Faizan, jilid 1

[11]Abdullah bin Muhammad bin Qudamah Al Maqdisy, Al Muqniu fi fiqh Imam As sunnah Ahmad bin hambal As syaibani  ( Beirut : Dar Al kktub Al Islamiyah. Tth ), hal 26-27.

[12]Mohammad Murtadho,op.cit. hal. 165

[13]Khozin, Muhyidin. Op.cit. hal.54-56


No comments: